Kami senang bisa ikut dalam artikel National Geographic tentang sampah plastik yang membahas masalah khusus tentang Bali.
Seperti yang Anda ketahui, Re>Pal dulu memiliki pabrik di Bali, ini adalah pabrik uji yang sukses dan menyusul keputusan untuk merelokasi pabrik ke Pasuruan pada 2016, Bali ditutup. Mengingat koneksi kami di sana dan bahwa kami juga menggunakan limbah dari Bali, kami ikut di bahas dalam artikel ini. Isu sampah plastik di Indonesia benar-benar menjadi isu nasional, tidak terbatas hanya di Bali. Ini adalah masalah yang telah dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo untuk ditindaklanjuti.
Artikel National Geographic menyoroti bahwa Indonesia menghasilkan 3,2 juta ton plastik pada 2010, 50% di antaranya berakhir di lautan dan menyimpulkan bahwa sampah plastik saat ini tidak dikelola dengan baik di Indonesia. Pada saat yang sama dengan pertumbuhan sampah, pariwisata telah meledak di Bali, dengan 38% dari semua wisatawan Indonesia mengunjungi Bali. Jelas jumlah pengunjung dan timbulan sampah adalah angka yang berjalan beriringan, tetapi ini juga berarti bahwa tanpa solusi masalah sampah, pariwisata pada akhirnya akan terpengaruh dan sangat merusak perekonomian Indonesia. Melihat semua sampah di Bali, 44% sampah ditimbun, dengan hanya 4% yang didaur ulang dan 52% ‘salah kelola’.
Bali telah melarang kantong plastik dan sedotan, tetapi ini adalah puncak gunung es untuk generasi plastik. Kunci sirkularitas adalah pendidikan dan membuat titik drop off untuk plastik mudah dan tersedia. Perusahaan seperti EcoBali membantu dalam hal ini. Dengan akses ke plastik yang lebih terpisah, Re>Pal adalah salah satu solusi untuk masalah penggunaan kembali sampah, dan daur ulang. Masalah yang lebih besar di Indonesia dan di negara lain adalah pengumpulan dan pemisahan sampah yang efektif dan terkoordinasi, dan koordinasi dengan bisnis yang dapat menggunakan aliran sampah yang dihasilkan.
